Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2019

ABITUS: Mampukah menjadi sampar?

Apakah sekarang saatnya aku minum obat penenang?   Waktu pagi, obat-obat itu membelenggumu, sedang pada malam hari obat-obat itu membuatmu tenang. Atau sebaliknya. Dialog tokoh HAM itu sepertinya yang menggerakkan pertunjukan Teater Sampar Indonesia pada minggu malam (15/9). Pentas dengan judul Abitus itu merupakan karya yang ditunggu-tunggu sebab telah lama sekali Teater Sampar Indonesia tidak menyentuh panggung. Memang, para pegiatnya terus saja berkarya secara individu, tetapi tidak secara kolektif. Maka pentas ini sekaligus menjadi pembuktian bahwa Teater Sampar Indonesia masih hidup, meski harus melawan usia tuanya. Sebagai sebuah representasi, Abitus memang tidak sedang ingin menyimpulkan atau merangkum kompleksitas naskah Endgame karya Samuel Beckett. Sebuah representasi tetaplah hanya sebuah bagian kecil. Pengambilan topik “obat” dan “pengobatan” dirasa cukup menarik karena isu ini dikaitkan bukan hanya pada naskah asli, tapi juga diperluas dengan isu-isu terkin

KEBANYAKAN DARI KITA TERLALU SEMBRONO MEMPERLAKUKAN NASKAH: TEATER KERTAS DAN TEATER COWBOY

    Tentu menyenangkan menonton pertunjukan teater. Lebih menyenangkan bila naskahnya berkualitas. Tetapi sangat menyakitkan bila naskah yang berkualitas dengan seenaknya diperlakukan. Melihat antusiasme teater kampus untuk mementaskan naskah-naskah standar dan berani melakukan editing tentu saja merupakan kesenangan tersendiri. Hanya saja sebagai sebuah karya, tentu saja selalu perlu dilakukan perbandingan-perbandingan. Ibarat dalam dunia musik, apabila cover lagu tidak mampu memberikan sesuatu yang lebih baik—setidaknya sesuatu yang berbeda—maka sebuah karya cover lagu itu menjadi dinilai tidak baik. Sialnya di dunia teater seringkali kita melakukan “cover” itu dan mengalami banyak sekali kegagalan. Dengan melimpahnya sinyal internet; baik berupa paket data maupun wifi gratis; selayaknya kita mampu menghindari itu. Berbagai pementasan kini dipublikasikan di dalam berbagai platform , proses kreatifnya pun seringkali dipublikasikan secara umum. Kemudahan harusnya memberikan

CATHY TURNER DAN PELUANG RUANG KREATIF TEATER

Sebuah acara diskusi digelar hasil kerjasama antara Malang Study-club for Theatre (MASTER), Kamateatra dan Omah Co. dengan tema “Mencari Kemungkinan dalam New Dramaturgy Cathy Turner.” Diskusi yang berlangsung hampir dua jam ini mendapatkan antusias dari para pesertanya. Paparan mengenai dramaturgi menjadi topik yang relatif jarang dibahas di Kota Malang—atau mungkin juga di Indonesia. dramaturgi menjadi barang sakral yang sejak diucapkan sudah memiliki persepsi yang buruk dan rumit di mata para pendengarnya. DRAMATURGI DAN LITURGY Apabila dramaturgi dipandang sebagai sebuah panduan “beribadah” yang sakral, kaku, dingin dan tanpa kompromi, maka ketakutan dan keasingannya di lingkungan teater menjadi beralasan. Tetapi bukankah langkah menjadikan dramaturgi menjadi ritual liturgi sudah tidak lagi relevan? Dramaturgi sejatinya adalah hasil penelitian mendalam dari perilaku pertunjukan, teknik dan respon penonton yang m